Ada kebiasaan yang berkembang di sekolah, dari dulu hingga akhir-akhir ini, yaitu kebiasaan mencontek, kebiasaan yang kurang baik bila terus dibiarkan. Menyontek biasanya dilakukan oleh seorang atau sekelompok siswa pada saat menghadapi ujian atau test, misalnya dengan cara melihat catatan atau melihat pekerjaan orang lain, atau pada saat memenuhi tugas rumah dari guru siswa melakukannya dengan cara menjiplak pekerjaan siswa lain.
Mencontek merupakan tindakan bohong, curang, menipu, guna memperoleh keuntungan teretentu dengan mengorbankan kepentingan orang lain. Meski tidak ditunjang dengan bukti empiris, banyak orang menduga bahwa maraknya korupsi di Indonesia sekarang ini memiliki korelasi dengan kebiasaan menyontek yang dilakukan oleh pelakunya pada saat dia mengikuti pendidikan.
Sebenarnya, secara formal setiap sekolah atau institusi pendidikan lainnya pasti telah memiliki aturan baku yang melarang para siswanya untuk melakukan tindakan nyontek. Namun kadang kala dalam prakteknya sangat sulit untuk menegakkan aturan yang satu ini. Pemberian sanksi atas tindakan nyontek yang tidak tegas dan konsisten merupakan salah satu faktor maraknya perilaku nyontek.
Tindakan mencontek semakin subur dengan hadirnya internet, ketika siswa diberi tugas oleh guru untuk membuat laporan atau merangkum materi pelajaran tertentu, banyak yang meng-copy- paste berbagai tulisan yang ada dalam internet secara bulat-bulat. Mungkin masih agak lumayan kalau tulisan yang di-copy-paste-nya itu dipahami terlebih dahulu isinya, seringkali tulisan itu langsung diserahkan kepada guru dengan sedikit editing, menggantikan nama penulis aslinya dengan namanya sendiri.
Ada kalanya, justru tindakan nyontek dilakukan secara terencana oleh siswa, dengan guru yang tahu perbuatan siswa tidak mau menegur, tetapi membiarkan siswa melakukan contek-contekan alias saling kerja sama saat ulangan, lebih-lebih saat ulangan akhir semester ataupun ulangan kenaikan kelas, lebih parah lagi bila guru membiarkan tindakan nyontek saat ujian nasional.
Jelas, hal ini merupakan tindakan amoral yang sangat luar biasa, justru dilakukan oleh orang-orang yang berlabelkan pendidikan. Mereka secara tidak langsung telah mengajarkan kebohongan kepada siswanya, dan telah mengingkari hakikat dari pendidikan itu sendiri. Di lain pihak, para orang tua siswa pun sepertinya berterima kasih dan memberikan dukungan atas “bantuan yang diberikan guru” kepada putera-puterinya pada saat mengisi soal-soal ulangan atau ujian.
Sekolah-sekolah yang sangat toleran terhadap perilaku nyontek, dengan berbagai bentuknya, sudah semestinya ditandai sebagai berbahaya, karena dari sekolah-sekolah semacam inilah kelak akan lahir generasi masa depan pembohong dan penipu yang akan merugikan banyak orang. Secara psikologis, mereka yang melakukan perilaku nyontek pada umumnya memiliki kelemahan dalam perkembangan moralnya, mereka belum memahami dan menyadari mana yang baik dan buruk dalam berperilaku. Selain itu, perilaku nyontek boleh jadi disebabkan pula oleh kurangnya rasa percaya diri. Padahal kedua aspek psikologi inilah yang justru lebih penting dan harus dikembangkan melalui pendidikan untuk kepentingan keberhasilan masa depan siswanya. Akhirnya, apa pun alasannya perilaku nyontek pada saat ulangan, khususnya yang terjadi pada saat ujian nasional harus dihentikan.
Pada tata tertib Ujian Nasional tahun 2012/2013 mencantumkan sanksi bagi siswa yang melakukan pelanggaran, antara alin: (1) Peserta UN yang melanggar tata tertib diberi peringatan secara tertulis oleh pengawas ruang UN atau pengawas satuan pendidikan. Apabila peserta UN sesudah diberi peringatan tetapi tidak mengindahkan peringatan tersebut, maka hasil ujian yang bersangkutan dianggap tidak sah dan dimuat dalam berita acara. (2) Pelanggaran ringan yang dilakukan oleh peserta ujian dengan sanksi diberi peringatan meliputi: (a) Meminjam alat tulis dari peserta ujian, (b) Tidak membawa kartu ujian. (3) Pelanggaran sedangyang dilakukan oleh peserta ujian dengan sanksi dikeluarkan dari ruang ujian meliputi: (a) membuat kegaduhan di dalam ruang ujian, (b) membawa HP ke ruang ujian. (4) Pelanggaran berat yang dilakukan oleh peserta ujian dengan sanksi pembatalan ujian pada mata pelajaran bersangkutan meliputi: (a) kerjasama dengan peserta ujian dan/atau menyontek, (b) menggunakan kunci jawaban, (c) menyebarkan kunci jawaban.
Kiranya, para siswa mulai sekarang ini, tinggalkanlah perilaku menyontek, mulai belajar yang sungguh-sungguh, jangan lupa juga berdoa. Semoga sukses menempuh ulangan ataupun ujian nasional.
Penulis: Semiyanto
Referensi:
POS Ujian Nasional terbitan BNSP tahun 2013 halaman 42
Gambar dari https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiQmms599z4NLOOn-4bdsuizY9RHSj1WPes1J9jEcxyH-xkApfmZR8hmMjykMw_HZkI0MOmv73AsTagKHOTTHUZ6VF8eye57WiarSICazCXRTs5aFb_Sx5bOCcgTJPJgq0h51op_PpR6xg/s1600/nyontek-2.gif.jpg
Bagaimana dengan tekanan sistem kurikulum yang memaksakan ketuntasan nilai?
BalasHapus