Pemahaman tentang belajar kepada anak harus ditanamkan sejak dini. Belajar adalah proses mengetahui sesuatu yang belum diketahui dan memperdalam apa yang telah diketahui. Mungkin menanamkan pengertian seperti ini baru akan efektif sekitar kelas 6 SD-SMP (12 – 16 tahun) . Di bawah usia itu mungkin anak belum dapat memahami definisi belajar tersebut.
Akan tetapi sebetulnya yang lebih penting adalah pemahaman tentang tindakan yang mengantar menjadi senang belajar. Sebelum anak sampai pada kesenangan untuk belajar, maka terlebih dahulu harus senang membaca, ini mutlak!. Tidaklah mungkin anak bisa sampai senang belajar kalau ia tidak senang membaca. Permulaan dari kesenangan membaca anak adalah ia harus mulai suka membaca tentang hal-hal yang sederhana, sepele dan ringan, seperti komik, mulai dari yang bergambar atau tidak, mulai dari komik silat sampai roman picisan, majalah apa saja mulai dari majalah anak, remaja dan juga novel.
Kalau anak sampai tidak senang membaca komik atau majalah, apalagi yang bergambar, maka jangan harap ia akan senang belajar!. Buku teks pelajaran jelas-jelas lebih bernuansa serius dan bahkan kurang mengasyikkan dibandingkan dengan komik, majalah atau novel, baik dalam alur cerita, tema ataupun gambar ilustrasi pendukungnya. Dengan demikian jangan pernah memarahi anak kalau kita sedang melihatnya sedang asyik membaca komik, majalah atau novel. “Tapi kalau tidak diomarahi, dia akan keasyikan membaca komik terus, lalu kapan ia mau belajar ?” Ini adalah pertanyaan wajar yang muncul dari orang tua. Anak semakin gemar membaca baik komik maupun buku cerita ataupun majalah secara umpet-umpetan. Sehingga yang perlu dilakukan adalah memberikan pengertian bahwa membaca novel, komik atau majalah adalah baik karena banyak pengetahuan atau pelajaran sebagai contoh atau keteladanan yang dapat diambil hikmahnya. Namun, jangan lupa belajar dengan membaca buku-buku pelajaran yang syarat dengan berbagai ilmu pengetahuan yang sangat diperlukan untuk menunjang kehidupan kita kelak. Atau, kita minta kepada anak untuk memakai hasrat, kegairahan dan keingintahuan dalam membaca komik dalam membaca buku-buku pelajaran. Kalau ini yang terjadi, adalah hal yang laur biasa. Anak akan dengan senang hati malalap habis (membaca) buku pelajarannya. Mungkin kita bisa ingat bagaimana hasrat, gairah dan keingintahuan dalam mengetahui akhir cerita suatu seri buku ceerita ( misalnya : Sinchan atau Harry Potter karangan J.K Rowling).
Anak juga diperkenalkan dengan bacaan hasil karya sastra yang bermutu, karya Sutan Takdir Alisyahbana, Mutinggo Busye, dsb. Karya sastra mengungkapkan nilai-nilai kejujuran, ketertiban, tanggung jawab , pengendalian diri, kebersamaan. Para ahli mengatakan bahwa membaca karangan kerya sastra dapat memperhalus budi pekerti, membuat manusia lebih arif dalam menghadapi kehidupan, dan bahkan memerdekakan pikiran serta jiwa, sehingga manusia belajar untuk tidak mendominasi manusia lainnya dan dapat mencipta sejarahnya sendiri. Hal ini seperti dikatakan oleh sastrawan Taufik Ismail maupun Prof. Dr. Suminto A. Sayuti, dari Universitas Negeri Yogyakarta.
Hal penting lainnya dalam konteks membuat anak senang belajar, adalah jangan memarahi anak kalau dia mendapat nilai jelek dalam pelajarannya, apalagi kalau ia sudah sungguh-sungguh belajar keras. Hal ini hanya akan membuat anak semakin takut atau tertekan untuk belajar. Lalu apa yang harus dilakukan?. Ajaklah anak untuk omong-omong tentang kesulitan yang membuat ia tidak bisa mengerjakan ulangan atau ujiannya, lalu berikanlah solusinya. Dan berikanlah penghargaan meskipun ia gagal meraih prestasi, hal ini justru akan semakin menantang anak untuk lebih giat lagi dalam belajar. Yang perlu lebih dihargai adalah melihat proses bukan hanya hasil belajar.
Penulis : Kontributor * Mohamad safii
Sumber : KPAD Banjarnegara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar